POLA TANAM (monokultur dan tumpang sari)
POLA TANAM
Pola tanam adalah upaya pengaturan susunan tata letak dari tanaman dan tata urutan tanaman dengan melaksanakan penanaman pada sebidang lahan selama periode waktu tertentu.
Tanam adalah menempatkan
bahan tanam berupa benih atau bibit pada media tanam baik media tanah maupun
media bukan tanah dalam suatu bentuk pola tanam.
- MONOKULTUR
Monokultur adalah cara budidaya
di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Kelebihan monokultur yaitu menjadikan penggunaan lahan efisien
karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara
cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena
wajah lahan menjadi seragam. Sedangkan
kelemahan monokultur adalah keseragaman kultivar mempercepat
penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti hama dan penyakit tanaman. Pertanaman satu lahan tanpa variasi apa pun berakibat hama atau
penyakit dapat berkembang dan menyerang tanaman pada periode penanaman berikutnya. Solusinya adalah dengan
menerapkan monokultur spasial tetapi lahan ditanami oleh tanaman lain untuk
musim tanam berikutnya untuk memutus siklus hidup OPT sekaligus menjaga kesehatan tanah.
Sistem pertanian monokultur menghendaki lahan
yang memiliki produktivitas setinggi mungkin. Untuk itu dalam sistem pertanian
monokultur ditanam jenis tumbuhan yang lebih
produktif misal: menanam padi dengan bulir yang banyak dan berumur pendek. Dengan mengurangi keragaman spesies namun
menaikan homogenitas dari jenis tanaman menyebabkan kawasan pertanian
monokultur menjadi tidak stabil. Dampak dari hal tersebut adalah praktek
bertani masih tergantung pada energi dari luar untuk memelihara kemantapannya. Masuknya energi berlangsung lebih cepat,
disertai pembalikan bahan mineral tanah yang terlampau deras, menyebabkan proses
kerusakan tanah pertanian tak dapat dihindari lagi.
Pertanian monokultur tidak menghendaki adanya keanekaragaman hayati yang melimpah. Akibat dari hal tersebut adalah kestabilan lahan menjadi rentan. Bukti dari hal tersebut adalah tanah pertanian monokultur harus sering diolah. Hal tersebut dikarenakan pada pertanian monokultur kandungan unsur hara yang tersedia bagi tanaman sangat sedikit. Dalam kaitannya dengan pertanian berkelanjutan, padi sawah yang ditanam secara monokultur belum memenuhi semua prinsip agroekosistem berkelanjutan. Hal tersebut dikarenakan lahan sawah yang ditanami padi secara monokultur belum dapat mengoptimalkan ketersediaan hara. Unsur hara pada pertanian monokultur lebih sering habis dan tidak dapat didaur ulang dikarenakan tanah pertanian monokultur miskin mikroba. Selain itu, ciri dari pertanian monokultur padi lahan sawah adalah ketergantungan terhadap pupuk dari luar. Penggunaan pupuk yang terus menerus dan berlebihan dapat mengakibatkan terjadi proses degradasi tanah yang menjadikan tanah tidak sehat baik secara fisik, kimiawi, maupun biologi.
Pertanian monokultur sering menggunakan bahan kimia berbahaya seperti pestisida yang mengakibatkan spesies yang dianggap merugikan mati. Matinya atau tidak adanya spesies tertentu akan berdampak pada terputusnya jaring-jaring makanan di daerah sawah yang ditanami padi. Terputusnya jaring-jaring makanan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan ekologi. Selain itu, terputusnya jaring-jaring makanan akan mengakibatkan berkurangnya interaksi biologis yang menguntungkan dan sinergisme atara tanaman dan hewan tertentu. Salah satu strategi pertanian berkelanjutan adalah melakukan rotasi tanaman. Dalam pertanian monokultur padi sawah, prinsip rotasi tanaman telah dilakukan. Pola tanam yang sering digunakan adalah pergiliran padi dengan tanaman palawija. Adanya pergiliran padi dengan tanaman palawija akan membantu tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah (nutrien).
Salah satu ciri pertanian berkelanjutan adalah mencipakan suatu bentuk pertanian yang mempertahankan produktivitas jangka panjang dengan mengoptimalkan sumber daya lokal (tanaman lokal) yang tersedia. Pertanian monokultur termasuk pertanian monokultur padi jarang sekali menggunakan input alami lokal. Hal tersebut dikarenakan pertanian monokultur sering diidentikan dengan pertanian industri bertujuan komersil yang memenuhi kebutuhan dan permintaan konsumen baik tingkat nasional maupun global. Dengan demikian pertanian monokultur jarang sekali menanam dan menggunakan sumber daya lokal (tanaman lokal).
Ada beberapa penataan pertanaman secara
tunggal (monokultur) pada lahan sawah, diantaranya adalah penataan
bergiliran secara berurutan dan bergiliran secara berjajar.
• Untuk
sistem bergiliran secara berurutan, sistem tersebut dilakukan pada musim hujan,
yakni tanah sawah ditanami padi. Sedangkan pada musim kemarau lahan ditanami
palawija atau bero tergantung pada keadaan tanah, pengairan, iklim, dan
sebagainya.
• Untuk
sistem bergiliran secara berjajar atau pararel, sistem tersebut dilakukan
dengan mengelola sebidang tanah sawah yang luas dengan cara pada musim hujan seluruh sawah ditanami padi, tetapi
pada musim kemarau ada bagian yang dikosongkan, ada yang ditanaman berbagai
palawija.
- TUMPANG SARI
Tumpang sari merupakan upaya menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan kacang tanah atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda.
Tumpangsari
diperkenalkan oleh: Buurman V. Vreeden
pada tahun 1883 di KPH Pemalang, Jawa Tengah sebagai sistem pertanaman tanaman
jati. Pada tahun 1907 tanaman sela kemlandingan (leucaena leucocephala) diperkenalkan oleh J. Jaski dan tahun 1920 acacia vilosa diperkenalkan oleh W. Versluys, sebagai tanaman sela untuk
tanah-tanah yang kurang subur dan mendapat tekanan penggembalaan liar yang
tinggi.
Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh diantaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit. Penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsari dan saat penanaman sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh pertumbuhan dan produksi secara optimal.
Kesuburan tanah
mutlak diperlukan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari persiangan (penyerapan
hara dan air) pada satu petak lahan antar tanaman. Pada pola tanam tumpangsari
sebaiknya dipilih dan dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai perakaran
relatif dalam dan tanaman yang mempunyai perakaran relatif dangkal.
Beberapa keuntungan
pada pola tumpangsari antara lain:
· Akan
terjadi peningkatan efisiensi (tenaga kerja, pemanfaatan lahan maupun
penyerapan sinar matahari)
·
Biaya
tanaman yang relatif rendah
·
Populasi
tanaman dapat diatur sesuai yang dikehendaki
·
Dalam
satu areal diperoleh produksi lebih dari satu komoditas
· Tetap
mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang diusahakan
gagal
· Kombinasi
beberapa jenis tanaman dapat menciptakan beberapa jenis tanaman dapat
menciptakan stabilitas biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan
penyakit serta mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini
kesuburan tanah.
·
Dapat
menekan pertumbuhan alang-alang dengan menggunakan tanaman sela.
·
Dapat
membantu petani tunakisma (tidak berlahan) atau lahannya sangat sempit.
sebuah catatan kuliah
Komentar
Posting Komentar